- Disela-sela Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pacific
Economic Cooperation (APEC) China awal September 2014, Presiden Joko
Widodo menjajal kereta peluru dari Beijing menuju Tianjin yang berjarak
sekitar 120 kilometer. Duduk di gerbong depan, Jokowi bersama Ibu Negara
Iriana dan rombongan delegasi Indonesia, didampingi sejumlah pejabat
China, terlihat menikmati pemandangan musim gugur dari dalam kereta
berkecepatan 306 kilometer per jam itu.
Buntut dari setengah jam menaiki kereta peluru itu timbul dua bulan
kemudian. Jokowi memutuskan penangguhan proyek kereta cepat yang
diajukan Jepang.
Pendirian mantan gubernur DKI Jakarta itu tak berubah meski sudah
merasakan kenyamanan kereta peluru dari Tokyo menuju Nagoya, Saat
berkunjung ke Jepang pada Maret 2015. Selepas itu, dia mengelak ketika
ditanya wartawan terkait peluang Jepang melanjutkan proyek kereta cepat
di Indonesia.
Alasan Jokowi mengelak baru ketahuan setelah bertolak dari Negeri
Matahari Terbit menuju China. Jokowi dan Perdana Menteri Xi Jinping
ternyata bersepakat menggelar studi kelayakan proyek kereta cepat
Jakarta-Bandung.
Jepang yang telah menyiapkan proposal kereta cepat sekitar tujuh tahun
lalu harus terpukul menerima kenyataan: Ditelikung China yang
keseriusannya pada megaproyek tersebut baru muncul sekitar setahunan.
"Kami tidak bisa menerima keputusan Indonesia yang dibuat lewat proses
buram," kata Menteri Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga, seperti
diberitakan Nikkei, beberapa waktu lalu.
Kasus itu membuat Jepang yang memiliki pengalaman setengah abad dalam
membangun kereta peluru sadar bahwa China bakal menjadi rival berat
dalam mengekspor "ular besi".
China dikabarkan telah membangun jaringan kereta peluru sepanjang 10.800
kilometer dalam dua belas tahun terakhir. Namun, itu masih mencomot
teknologi dari berbagai produsen kereta ternama dunia. Diantaranya,
Alstom SA Prancis, Siemens AG (Jerman), Bombardier Inc (Kanada), dan
Kawasaki Heavy Industries Ltd (Jepang).
Pada 15 Agustus lalu, Negeri Komunis itu akhirnya berhasil meluncurkan
kereta peluru buatan sendiri. Kereta dengan laju maksimal 350 kilometer
per jam, bisa memungkasi perjalanan berjarak 380 kilometer dalam 120
menit itu, disebut memiliki sistem keselamatan mumpuni.
Sistem ini bisa menghentikan laju kereta jika terdapat ancaman
keselamatan.
"Ini akan menjadi model kereta yang akan diekspor China di masa datang,"
kata Zhou Li, Kepala Departemen Teknologi China Railway Corp, kepada
Xin Hua, medio Agustus lalu.
Asia Tenggara menjadi target pasar China. Mengingat, Negeri Panda itu
berambisi mewujudkan jaringan kereta Pan-Asia sepanjang 1.700 kilometer.
Menariknya, Jepang juga mengincar kawasan yang sama guna memertahankan
reputasinya sebagai produsen kereta cepat terandal di dunia.
Alhasil, persaingan antara dua negara tetangga sering berseteru itu
untuk memenangkan proyek kereta cepat di Asean menjadi tak terhindarkan.
Setelah Indonesia, pertarungan berlanjut di proyek kereta peluru Kuala
Lumpur-Singapura sepanjang 350 kilometer.
Jika pejabat Kedutaan Besar Jepang di Kuala Lumpur bersama sejumlah
eksekutif JR East pernah menemui petinggi Kementerian Transportasi
Malaysia. Maka langkah China untuk memenangkan proyek kerja sama yang
sempat dibekukan Malaysia itu lebih dahsyat lagi.
Perdana Menteri Li Keqiang melayangkan surat ke Perdana Menteri Najib
Razak. Isinya, komitmen Beijing untuk investasi, terutama properti dan
infrastruktur, di Malaysia.
Di Filipina, China tengah mendekati Presiden terpilih Rody Duterte guna
mendapatkan proyek jaringan kereta Manila-Clark International Airport.
Sementara Jepang berhasil mengambil alih proyek jaringan kereta
Malolos-Tutuban (Manila) yang mangkrak dari tangan China.
Nasib apes juga dialami China di Thailand. Perdana Menteri Prayut
Chan-ocha membatalkan proyek kereta peluru sepanjang 845 kilometer yang
menghubungkan Bangkok-laos-China.
Prayut bakal menggarap sendiri proyek kereta peluru Bangkok-Nakhon
Ratchasima. Sementara Jepang berhasil mendapatkan proyek kereta cepat
Bangkok-Chiang Mai.
Perjalanan Jepang dan China menjadi penguasa jaringan kereta peluru di
Asia Tenggara masih panjang. Selain teknologi, faktor kemudahan
pembiayaan dan kedekatan politik dinilai bisa menjadi penentu.
Sabtu, 22 Oktober 2016
Jepang-China berebut proyek kereta cepat Asean, siapa jawaranya?
Jepang-China berebut proyek kereta cepat Asean, siapa jawaranya Senin, 5 September 2016 08:00 Jepang-China berebut proyek kereta cepat Asean, siapa jawaranya? kereta cepat china jepang.
- Disela-sela Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pacific
Economic Cooperation (APEC) China awal September 2014, Presiden Joko
Widodo menjajal kereta peluru dari Beijing menuju Tianjin yang berjarak
sekitar 120 kilometer. Duduk di gerbong depan, Jokowi bersama Ibu Negara
Iriana dan rombongan delegasi Indonesia, didampingi sejumlah pejabat
China, terlihat menikmati pemandangan musim gugur dari dalam kereta
berkecepatan 306 kilometer per jam itu.
Buntut dari setengah jam menaiki kereta peluru itu timbul dua bulan
kemudian. Jokowi memutuskan penangguhan proyek kereta cepat yang
diajukan Jepang.
Pendirian mantan gubernur DKI Jakarta itu tak berubah meski sudah
merasakan kenyamanan kereta peluru dari Tokyo menuju Nagoya, Saat
berkunjung ke Jepang pada Maret 2015. Selepas itu, dia mengelak ketika
ditanya wartawan terkait peluang Jepang melanjutkan proyek kereta cepat
di Indonesia.
Alasan Jokowi mengelak baru ketahuan setelah bertolak dari Negeri
Matahari Terbit menuju China. Jokowi dan Perdana Menteri Xi Jinping
ternyata bersepakat menggelar studi kelayakan proyek kereta cepat
Jakarta-Bandung.
Jepang yang telah menyiapkan proposal kereta cepat sekitar tujuh tahun
lalu harus terpukul menerima kenyataan: Ditelikung China yang
keseriusannya pada megaproyek tersebut baru muncul sekitar setahunan.
"Kami tidak bisa menerima keputusan Indonesia yang dibuat lewat proses
buram," kata Menteri Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga, seperti
diberitakan Nikkei, beberapa waktu lalu.
Kasus itu membuat Jepang yang memiliki pengalaman setengah abad dalam
membangun kereta peluru sadar bahwa China bakal menjadi rival berat
dalam mengekspor "ular besi".
China dikabarkan telah membangun jaringan kereta peluru sepanjang 10.800
kilometer dalam dua belas tahun terakhir. Namun, itu masih mencomot
teknologi dari berbagai produsen kereta ternama dunia. Diantaranya,
Alstom SA Prancis, Siemens AG (Jerman), Bombardier Inc (Kanada), dan
Kawasaki Heavy Industries Ltd (Jepang).
Pada 15 Agustus lalu, Negeri Komunis itu akhirnya berhasil meluncurkan
kereta peluru buatan sendiri. Kereta dengan laju maksimal 350 kilometer
per jam, bisa memungkasi perjalanan berjarak 380 kilometer dalam 120
menit itu, disebut memiliki sistem keselamatan mumpuni.
Sistem ini bisa menghentikan laju kereta jika terdapat ancaman
keselamatan.
"Ini akan menjadi model kereta yang akan diekspor China di masa datang,"
kata Zhou Li, Kepala Departemen Teknologi China Railway Corp, kepada
Xin Hua, medio Agustus lalu.
Asia Tenggara menjadi target pasar China. Mengingat, Negeri Panda itu
berambisi mewujudkan jaringan kereta Pan-Asia sepanjang 1.700 kilometer.
Menariknya, Jepang juga mengincar kawasan yang sama guna memertahankan
reputasinya sebagai produsen kereta cepat terandal di dunia.
Alhasil, persaingan antara dua negara tetangga sering berseteru itu
untuk memenangkan proyek kereta cepat di Asean menjadi tak terhindarkan.
Setelah Indonesia, pertarungan berlanjut di proyek kereta peluru Kuala
Lumpur-Singapura sepanjang 350 kilometer.
Jika pejabat Kedutaan Besar Jepang di Kuala Lumpur bersama sejumlah
eksekutif JR East pernah menemui petinggi Kementerian Transportasi
Malaysia. Maka langkah China untuk memenangkan proyek kerja sama yang
sempat dibekukan Malaysia itu lebih dahsyat lagi.
Perdana Menteri Li Keqiang melayangkan surat ke Perdana Menteri Najib
Razak. Isinya, komitmen Beijing untuk investasi, terutama properti dan
infrastruktur, di Malaysia.
Di Filipina, China tengah mendekati Presiden terpilih Rody Duterte guna
mendapatkan proyek jaringan kereta Manila-Clark International Airport.
Sementara Jepang berhasil mengambil alih proyek jaringan kereta
Malolos-Tutuban (Manila) yang mangkrak dari tangan China.
Nasib apes juga dialami China di Thailand. Perdana Menteri Prayut
Chan-ocha membatalkan proyek kereta peluru sepanjang 845 kilometer yang
menghubungkan Bangkok-laos-China.
Prayut bakal menggarap sendiri proyek kereta peluru Bangkok-Nakhon
Ratchasima. Sementara Jepang berhasil mendapatkan proyek kereta cepat
Bangkok-Chiang Mai.
Perjalanan Jepang dan China menjadi penguasa jaringan kereta peluru di
Asia Tenggara masih panjang. Selain teknologi, faktor kemudahan
pembiayaan dan kedekatan politik dinilai bisa menjadi penentu.
Langganan:
Komentar (Atom)